Menjelang pergantian kurikulum 2014, kesibukan penyusunan kurikulum
baru yang dimotori oleh tim kurikulum jurusan sudah hampir sampai ke ujungnya.
Tentu dengan pro dan kontra disana sini, banyak kepala dengan berbagai ide
masing-masing, yang semuanya bertujuan sama: untuk kemajuan dan peningkatan
kompetensi lulusan, meskipun dengan pendapat dan cara yang berbeda (ada yang
cukup bertanya2 dan “berbicara” dalam hati maupun yang lantang menyuarakan
pendapatnya di milis dan media sosial lain karena merasa tidak mendapat respon
yang diharapkan melalui komunikasi langsung dengan para pengambil kebijakan).
Topik yang saat ini sedang hangat diperbincangkan adalah
pendegradasian beberapa mata kuliah dari “status” wajib menjadi “hanya” pilihan.
Kata “hanya” sengaja saya beri tanda kutip untuk menunjukkan perbedaan persepsi
yang disebabkan oleh satu kata tersebut. Pada saat pertama kali mengetahui “turun”nya
status (dari yang diwajibkan menjadi mk pilihan – yang boleh diambil maupun
tidak sesuai dengan minat masing-masing) salah satu mata kuliah dengan tugas
besar perencanaan….terus terang saya bertanya2….apakah mungkin ada mahasiswa
yang mau “mempersulit” diri sendiri dengan mengambil mata kuliah pilihan yang
dilengkapi tugas perencanaan. Saya ingat pengalaman pribadi pada saat kuliah
S1, mengambil mata kuliah pilihan berdasarkan tingkat “kemudahan” nya, alias
yang tanpa tugas menggambar. Dan pilihan tersebut dilakukan oleh sebagian besar
mahasiswa di angkatan saya, meskipun dengan berbagai alasan resmi yang berbeda,
tapi kalau mau jujur alasan utama kami semua adalah memilih mata kuliah yang
pasti2 aja lulusnya dan ga nambah2in beban
tugas yang sudah bertumpuk2 pada mata kuliah wajib. Saat itu tidak terpikir
akan mengambil mata kuliah pilihan yang “laku di pasar dunia kerja”. Saya sempat
sedikit berdiskusi ringan dengan rekan dosen sekamar saya mengenai apa
pertimbangan tim kurikulum maupun para dosen yang pro dengan perubahan tersebut,
namun saat itu kami berdua tidak dapat menemukan alasan lain yang menguatkan
untuk menjadikan MK tersebut sebagai mata kuliah pilihan, selain menyimpulkan
bahwa mungkin MK tersebut dinilai tidak harus menjadi kompetensi lulusan TL. Karena
– masih menurut pendapat saya pribadi – dengan berubahnya status dari wajib
menjadi pilihan, memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memutuskan tidak
mengambil MK tersebut, yang saya yakin karena tingkat kesulitan dan beban tugas
perencanaan yang menjadi syarat kelulusan MK tesebut, akan banyak mahasiswa
yang tidak berpikir untuk mempertimbangkan MK ini sebagai pilihan utamanya
(mudah2an pendapat saya ini salah).
Namun berbeda dengan pendapat tersebut, belakangan saya baru
membaca, dari reply e-mail di milis dosen yang menjelaskan mengenai
pertimbangan “degradasi” status MK tersebut. Selama ini secara disadari atau
tidak, mata kuliah pilihan menjadi MK pelengkap penderita saja, maka pada
kurikulum baru yad, mahasiswa diwajibkan memilih mata kuliah pilihan yang sebidang
dan mendukung topik tugas akhir yang nanti akan dipilih sebagai bidang
keahliannya. Dengan demikian mata kuliah pilihan akan sama pentingnya dengan
mata kuliah wajib, mahasiswa dituntut untuk benar-benar mempertimbangan MK yang
dipilih karena berhubungan dengan topik Tugas Akhir. Pilihan tidak hanya
berdasarkan pertimbangan populer yaitu diantaranya kemungkinan besar bisa lulus dg mudah, nilai kelulusan baik (A atau
AB) (– kedua pertimbangan ini pada umumnya dilihat dari siapa dosen yang
mengampu MK tsb) serta tidak ada tugas perencanaan yang menyita waktu dan
tenaga (karena harus asistensi) serta menambah beban semester. Alasan yang
menurut saya sangat dapat diterima, namun tentu dengan berbagai konsekuensi
yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Pada kondisi tersebut, mahasiswa dituntut
untuk dapat memilih bidang keahlian yang sesuai minatnya, sejak semester awal
dimana mata kuliah pilihan harus diambil, yang saya cukup yakin hal tersebut
akan sulit bagi mereka, karena pada semester awal tahun perkuliahan MK yang diberikan adalah MK dasar dan MK umum,
sedangkan MK bidang belum banyak yang diturunkan, dengan demikian belum cukup
bekal mahasiswa untuk dapat menentukan minatnya akan satu bidang keahlian tertentu.
Dan bisa jadi setelah bertambahnya MK bidang yang mereka ikuti, peminatan
terhadap bidang keahlian menjadi berubah, namun sudah terlanjur lulus mata
kuliah pilihan di bidang lain. Hal lain yang mungkin terjadi adalah adanya MK-MK
yang menjadi “tuntutan pasar dunia kerja” saat ini diletakkan dalam kelompok
mata kuliah pilihan pada bidang tertentu yang belum tentu dapat dipilih oleh
mhs karena keterbatasan SKS (meskipun mhs diperbolehkan memilih 1 mata kuliah
pilihan di luar bidang keahlian yang diminatinya).
Terlepas dari semua pro kontra yang terjadi, selalu akan ada
efek positif dan negatif dari setiap pilihan dan keputusan yang akan diambil. Namun
ada baiknya bila kita semua berusaha untuk memfokuskan diri pada hal-hal positif
terhadap kurikulum 2014 yang akan diterapkan nantinya. Adalah tidak mudah untuk
mengakomodasikan dan lebih lagi memuaskan setiap pendapat dan kepentingan dari
banyak orang, dosen, mahasiswa maupun stake
holder. Namun tentunya tim kurikulum yang dipilih oleh para dosen dan KPJ
sudah berupaya untuk merangkum semua masukan melalui berbagai tahapan
penyusunan kurikulum 2014 (yang setahu saya juga melibatkan para dosen,
mahasiswa dan alumni). Kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan yang pastinya
masih akan muncul dalam penerapan kurikulum tersebut, dapat dicari jalan keluarnya melalui komunikasi
diantara para pengambil kebijakan, penyusun kurikulum, dosen pengampu MK,
mahasiswa maupun alumni. Demikian pula peran dosen wali dalam membimbing
mahasiswa untuk dapat memilih MK yang sesuai dengan minat dan kebutuhan dunia
kerja dapat ditingkatkan, sehingga dosen wali tidak hanya berfungsi sebagai tukang pencet tombol klik permanen tiap
awal semester.
Semoga “hiruk-pikuk” kurikulum 2014 segera berakhir dengan
penyelesaian yang melegakan semua pihak.
Karena pada prinsipnya, seperti yang sudah tertulis di awal tulisan ini,
semua bertujuan sama yaitu untuk meningkatkan kompetensi lulusan dalam dunia
kerja sesuai visi dan misi jurusan. Terlepas dari itu semua, bagaimanapun wajah
baru kurikulum 2014 nantinya, pelaksanaan kurikulum baru tersebut adalah hal tak kalah pentingnya….karena sebagus apapun
kurikulum yang disusun, tidak akan ada artinya bila tidak didukung oleh “isi
materi” dan “penyampaian” yang bagus J……
Oleh karenanya, mungkin sudah saatnya kita (baca: para dosen) menghentikan
segala hiruk pikuk pro dan kontra penyusunan kurikulum dan segera mengalihkan energi
dan ide-ide untuk membuat “terjemahan” kurikulum tersebut agar sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
Tidak ada MK yang sulit dan “tidak menarik”, karena tantangan
yang lebih sulit adalah membuat MK sulit
dan tidak menarik menjadi MK yang disukai (baca: menarik) bagi mahasiswa.
Selamat menyambut Kurikulum 2014……VIVAT TL - ITS
Surabaya, 30 Maret 2014
No comments:
Post a Comment