Tuesday, August 8, 2023

Berdamai dengan ketentuanNya

Tulisan ini saya maksudkan sebagai pengingat diri bahwa sebaik-baiknya rencana kita sebagai manusia, tidak akan melebihi kebaikan dari rencanaNya untuk kita ❤️.

Bermula dari keikutsertaannya menjadi pejuang lomba Dokter Cilik tingkat SD kelas 5 yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Univ. Hang Tuah Surabaya, sejak itulah cita-cita Dik Jati menjadi seorang dokter tidak pernah berubah lagi. Sebelum-sebelumnya pernah ingin jadi Dosen Teknik Lingkungan (karena sering diajak ke kantor dan mendampingi mahasiswa kunjungan lapangan juga 🤩), pernah ingin jadi guru (karena terinspirasi guru-guru di sekolah), dan beberapa profesi lain selayaknya anak kecil. Namun sejak ikut lomba Dokcil tsb., sudah mantab hatinya untuk jadi Dokter. Saya masih ingat kalimatnya yang polos dan membuat saya ingin tersenyum: •Ibu, aku kan sekarang dokcil, jadi nanti kalo sudah besar aku harus jadi dokter karena kan sayang kalo udah dokcil gak dilanjutkan jadi dokter." Mungkin pemahaman saat itu bahwa Dokter adalah kelanjutan dari Dokcil 😍.

Seiring waktu, cita2nya jadi Dokter tidak pernah pudar, bahkan kami selalu memanggilnya dengan sebutan Pak Dokter atau Dokter Jati, dan bila ditanya akan jadi dokter apa kelak, jawabannya adalah dokter untuk orang tua-tua dan dokter untuk orang miskin/ gak punya uang.... 🌹.

Saat masuk ke salah satu SMA kompleks di Surabaya (yg saat itu sudah tidak mudah karena peraturan zonasi, dan Jati berhasil masuk melalui hasil tes), persiapan untuk menembus Fakultas Kedokteran sudah mulai dilakukan, ikut bimbel supaya dapat mempertahankan nilai yang baik  dengan harapan eligible untuk ikut jalur nilai raport. Saat naik ke kelas 11, mulai ikut bimbel dengan program khusus medical yang biayanya juga tidak murah, bahkan melebihi besaran SPP kuliah si mas io di ITS 🤣. Les tiap hari setelah jam sekolah dilakukan dengan senang hati dan semangat, demi mengejar cita2nya menjadi seorang Dokter. 

Kenyataan pertama yang harus dihadapi dan diterima adalah tidak masuk daftar eligible di sekolah untuk daftar melalui jalur undangan atau SNBP (seleksi nasional berbasis prestasi), meskipun sedikit kecewa tapi kami juga paham bahwa kalau masuk jalur undangan dan bukan ranking 1-5, akan sulit masuk ke FK (karena dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya hanya anak2 ranking atas yg bisa masuk FK melalui jalur nilai raport). Selanjutnya persiapan untuk berjuang melalui jalur ujian tulis yg saat ini disebut SNBT seleksi nasional berbasis tes. Sebelum jadwal SNBT dibuka, Jati sudah mencoba utk ikut seleksi program IUP (internasional undergraduate program) FK dengan harapan dapat bersaing untuk memperebutkan 50 kursinya, namun belum berhasil. SNBP karena melihat peta perebutan kursi FK di Indonesia berkisar 2500-3500 orang peminat dengan jumlah kursi rata2 50-60an, maka dipilihlah FK UB dan FK UNS dengan berbagai pertimbangan, namun memang belum rejeki Dik Jati untuk diterima melalui SNBT.

Perjuangan belum selesai, semangat untuk ujian mandiri di berbagai perguruan tinggi yang memiliki FK, sebut saja UPN (dengan ujian tulis offline), UGM (dengan ujian tukus offline), UNS gelombang 1 (dengan nilai raport dan dengan ujian tulis online - dua program), UB gelombang 1 (dengan nilai raport dan dengan nilai utbk - dua program), UNUD (dengan ujian tulis offline), UB gelombang 2 (dengan nilai UTBK), UNS gelombang 2 (dengan nilai UTBK), UNAIR gelombang 2 (dengan ujian tulis offline) dan yang terbaru ITS jalur mandiri umum kedokteran (dengan nilai UTBK dan raport). Hasil ujian mandiri tersebut ada di salah satu PT yg diterima di FK, namun saat itu dik Jati masih ingin mencoba di PT lain yg menurutnya lebih sesuai, namun ternyata hasil yang didapat di PT PT lain tidak sesuai yg diharapkan (di UNUD dan UNAIR diterima di pilihan kedua yang bukan FK).

Selain usaha di atas, sebagai plan B Jati juga ikut ujian mandiri di ITS memilih jalur teknik yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan sama sekali. Dan sampai saat memilih Departemen yang dituju pun belum ada jurusan teknik yang menjadi minatnya, akhirnya dengan bantuan pertimbangan seisi rumah, bapak-ibu-mas-adik, membaca informasi di website, pilihan jatuh pada Departemen Sistem Perkapalan ITS dengan program joint degree ke Hoschule Wismar, dengan kelebihan, ada kesempatan merasakan kuliah di Jerman pada semester 6 dan mendapatkan dua gelar (ST. dan BEng.) dan kuliah dengan pengantar Bahasa Inggris yang akan meningkatkan kemampuannya berbahasa Inggris kelak. Dan di Departemen inilah akhirnya Jati masuk dan akan memulai perjalanan sebagai mahasiswa ITS.

Kecewa? sedih? pasti ada, dan bagi orang tua, terutama sy sebagai ibunya, kekecewaan dan kesedihan bukan karena anak sy - untuk saat ini - tidak akan jadi Dokter, namun kesedihan saya lebih pada melihat wajah kecewanya, yang tentu saja lebih kecewa dari besarnya keinginan sy memiliki anak yang berprofesi sebagai Dokter 🙂.

Namun seperti yang sy tuliskan di awal tadi, bahwa rencana kita tidak akan lebih baik dari rencanaNya untuk kita, pelan2 tentu kita akan menyadari bahwa ini adalah pasti jalan sukses buat Jati. Alhamdulillah, tidak perlu berlama2 kecewa dan bersedih, sebagai plan B Jati juga sudah berniat melanjutkan S2 setelah nanti S1 nya selesai, dan juga ingin S3 meskipun nnti jadi dosen atau ngga - dan ini cukup membuat saya lega, bukan karena ingin anak sy sekolah setinggi langit, tapi kelegaan saya adalah bahwa Jati sudah bisa menerima dan membuat rencana lain dalam hidupnya yang tidak kalah indah dari menjadi Seorang Dokter buat Orang Tua dan Orang Miskin. ❤️❤️

Meskipun demikian saat ini masih berencana bahwa tahun depan tetap akan mencoba jalur ujian SNBT untuk masuk FK, namun bisa jadi juga mungkin akan berbeda setelah setahun nanti menikmati kuliah di SISKAL FTK ITS. Selamat Dik Jati, sukses ya nak, VIVAT ITS!!

Penanjakan BROMO

Minggu pagi (12 September 2021) kami berangkat dari rumah dengan tujuan maksi sambil menghiup udara segar di tempat yang ga jauh-jauh dari Surabaya. Rencana pengen nyoba maksi sambil ngopi-ngopi canyik di cafe hutan Cempaka. Ternyata saat di tengah perjalanan karena sambil buka-buka facebook, lihat postingan teman lagi maksi di Pondok Kakek Nongkojajar....sepakatlah kami untuk mengarah kesana. Singkat kata sampailah kami di lokasi yang jadi target maksi, tapi karena tempat yg dituju ternyata tidak begitu besar dan cukup banyak oengunjung, maka kami tidak jadi singgah dan lanjut mrncari target lainnya...naik lagi...dan sampailah kami di Cafe Omah Toetoer. Makan siang yang cukup pagi dengan berbagai menu makanan utama dan makanan ringan, selesai makan jam masih menjnjukkan pk 11.30, masih kepagian untuk pulang ke Suabaya, akhirnya kami lanjutkan perjalanan mengikuti jalan sampai ke Penanjakan BROMO. 

Karena masih dalam kondisi pandemi, tidak ada pengunjung lain yang masuk ke kawasan wisata, dan memang baru dibuka beberapa hari sebelumnya setelah lama ditutup. Suasana berbeda karena tidak ada hiruk pikuk pengunjung maupun penjual di dalam area wisata sehingga terasa lebih sunyi, megah, nyaman dan tampak penuh misteri 🥹.